Ga Penting Juga si

Belakangan ini kira-kira selama masa WFH, saya mulai banyak menonton siaran di Youtube. Channel yang saya tonton misalnya TED, TEDx, siaran tentang self development dan beberapa lagi yang menawarkan sajian lain yang terkadang bukanlah bidang saya namun menjadi kegemaran saya berikutnya. Siaran dari Bossman juga kadang menarik begitu juga dari Vice, CNBC maupun dari linux foundation. Setelah menonton dan memiliki cukup bahan untuk untuk menyimpulkan dan mendeduksi saya sampai pada kesimpulan bahwa apapun medianya, manusia (entah pribadi atau kelompoknya) selalu berada dalam jalur paralel antara kebosanan dan ambisi.

Saya mencoba untuk tidak mempertentangkannya, hanya kemudian merangkumnya bahwa dalam banyak hal, kedua sifat ini adalah pendorong dari perubahan yang ada dan di sana, entah benar atau tidak memang ada yang sedang membangkitkannya untuk tujuan jahat. Tujuan ini bukan tentang lingkup bernegara atau kekuasaan konstitusional lain yang menurut saya sangat terbatas. Ini adalah tentang perubahan cara berkuasa atas manusia. Saya sering berbicara tanpa data, hanya sekelebat intuisi filosofis yang entah benar atau tidak. Entah mengapa, sekalipun kita sudah berbicara dengan data hari ini, bessoknya akan ada data lain yang membatalkannya. Kesahihan data hanya bersifat temporer, tidak akan cukup kuat menahan perubahan dan konspirasi pikiran yang terjadi di sekelilingnya. Intinya selalu ada yang disembunyikan dan tidak ada kekuatan yang cukup kuat untuk membuka tabirnya.

Oke saya akan mulai dengan hal-hal yang berhubungan dengan apa yang sudah saya tonton. Saya melihat setiap orang akan selalu diarahkan untuk berpikir secara out of the box atau saya akan menyebutnya sebagai keyakinan konspirasi personal. Setiap orang akan selalu berusaha keluar dari kotak pemikiran. Kotak yang merupakan pinjaman atau hasil lelang dari gagasan yang sudah ada. Seseorang ketika melihat sebuah sistem yang sudah berjalan, akan berusaha melihat kekurangannya, mengeksplornya sedemikian rupa dan dengan kata lain mengeksploitasi kelemahannya, untuk mendapatkan hasil dengan lebih efektif. Sebelumnya mereka seakan membuat perjanjian atau seperti mengikuti lelang bahwa mereka akan menemukan sesuatu yang lebih baik.

Ini tentu bagus tapi percayalah proses ini makin hari akan berlangsung dengan makin cepat. Saya menyebutnya polarisasi pikiran yang terdesentralisasi. Karena tawaran menariknya dan konsekuensi yang kecil dari kegagalannya maka setiap orang akan dengan enteng melakukannya. Startup yang menjamur adalah contohnya. Ok start-up itu bisnis, tapi coba polarisasi pikiran ini diarahan ke politik atau mengenai hal-hal lain yang berhubungan dengan pengumpulan masa, maka ceritanya akan lain. Kita akan melihat kekuasaan yang terdesentralisasi. Kekuasaan yang terdesentralisasi ini adalah pengelabuan. Yang utama masih ada tapi mungkin bukan lagi yang terkuat. Dan ketika orang ingin menguasai, maka mereka akan membenturkan kekuatan antar kelompok ini tanpa perlu melakukan serangan langsung pada kekuasaan terkuatnya. Yang terjadi saat ini hanyalah permulaannya, akan tetapi manusia sepertinya tikus yang tepat untuk percobaan ini.

Kenapa kita lihat banyak channel yang berpikir nyeleneh namun tidak digubris? Karena seringkali tatarannya masih ide dan tentu sangat sulit direalisasikan. Ide itu akan sangat bagus terdengar di awal namun justru akan menjadi semakin mentah di waktu ia seharusnya makin matang. Solusinya? Ide harus dirasakan di level teredah dulu, human to human. Inilah mengapa situs hubungan pertemanan relatf bertahan sementara layanan kedit seperti akan mati karena uang yang mereka pinjamkan.

Setiap orang berlomba dengan data, yang kalau boleh saya tertawakan pengumupulannya sangat subyektif dan terkadang sudah memperoleh agenda dari pelaku pengumpulnya. Saya meyakini masih banyak lembaga yang jujur di dunia ini tapi tidak semua. Saya tidak masalah dengan semuanya tetapi di tengah caruk maruk ini, kejujuran tetap akan memperoleh jalan untuk menampakkan diri. Teori yang lahir dari hal-hal seperti ini tentu tidak akan ajeg. Ya karena dari awal sudah dipenuhi kebohongan. Dan kalau boleh saya namakan itu hanya fancy theory bukan philosopical theory.

Einstein menelaah alam semesta tanpa banyak ngomong tentang data (Oke ini fisika), ya begitu juga dengan Smith (Tapi bagian ini sangat sosial), but gagasan mereka relatif bertahan. Kita sibuk mempercayai artikel mengenai Corona hanya karena bumbu ada sekian persen bla...bla....bla. Apa jadinya? Otak kita hanya akan diisi sampah belaka yang perlahan merevolusi cara berpikir kita tapi dalam jalur yang penuh ketidakpastian. Apakah ada sebuah kekuatan yang memang merencanakan ini untuk umat manusia? Jujur saya tidak tahu. Akankah ada cara melawannya? Sama seperti Corona juga, hampir tidak ada caranya. Jadi apa yang harus dilakukan?

Tetaplah rendah hati, selalu ingin tahu (ada unsur ketidak percayaan juga sih) dan pelan-pelan kita berpikir dengan metodis dan filosofis. Angka-angka persen itu hanya hasil survei, yang artinya tidak berlaku secara universal. Trace back semua yang sudah berani posting hingga ke bukti ilmiahnya. Jujurlah dalam kebodohan kita. Tapi ya sudahlah kita sekarang sudah banyakan ngomong mengenai pencemaran nama baik yang tidak pernah ada, namun membiarkan agenda terselubung ini makin berani dan makin marak.

Matematika adalah untuk bumi dan manusianya,
Statistik adalah untuk dunia dan "manusianya"

Comments

Popular posts from this blog

Andai Saja

Pilihan

Berbeda