Posts

Zonasi

Hello world, baru tahu ada sistem zonasi dalam memilih sekolah. Salah satu alasan diterapkannya sistem ini sangat bagus, dengan bersekolah di zona yang dekat tempat tinggal siswa otomatis akan mengurangi jarak tempuh siswa dengan begitu kemacetan akan bisa dikurangi. Kedengarannya bagus tapi jujur saya belum terlalu percaya efek positif dari niat baik kebijakan ini.  Aturan sistem ini kemudian di break-down dalam beberapa ketentuan (dan tentunya pengecualian) yang sebenarnya  cukup njelimet.   Apa sih hal keren yang tidak njlimet di negara ini. Hal-hal yang terlihat indah di luarnya sebenarnya penuh dengan kompleksitas akan tetapi aturan seyogyanya tidak boleh menjadi sesuatu yang kompleks. Batas atas sebuah aturan adalah rumit bukan kompleks. Oke kembali ke masalah zonasi dan kembali saya menengaskan bahwa saya bukan orang yang anti aturan, saya hanya membicarakan dampak-dampak negatif yang kemungkinan terjadi. Lagian, apalah saya ini, hanya penggerutu yang mengomel untuk menent

Kintamani

Hello world Selepas pulang kerja di sore hari yang dingin, saya berkendara menyusuri jalan-jalan sepi dan berkabut di Kintamani. Jaket semi kulit yang saya kenakan ternyata tidak cukup kuat menahan hawa dingin yang dibawa serta angin malam gunung Batur. Karena hujan, saya kemudian memutuskan berhenti sejenak di sebuah kedai kopi sambil merenungkan kembali hasil napak tilas saya sehari penuh di wilayah tua nan penuh misteri ini.  Tujuan awal saya adalah pengamatan tentang struktur masyarakat di beberapa desa kuno di sekitar Terunyan tetapi pikiran saya berbalik arah dan justru menuntun saya menulis tentang pertanian. Kintamani atau katakanlah Bangli adalah wilayah yang sebagian besar bergantung pada pertanian dan juga sebagiannya lagi dari pariwisata. Persepsi mengenai petani Kintamani adalah petani kaya yang mempunyai lahan kopi, jeruk berhektar-hektar. Belum lagi pikiran orang luar tentang petani bawang di daerah Songan yang ibaratnya kesulitan menghabiskan uang hasil panen. Aka

LGBT

Hello world, di tulisan ini saya ingin bercerita tentang LGBT, sebuah kelompok atau katakanlah komunitas yang tidak menentang hubungan sesama jenis (bahkan hingga pernikahan) serta termasuk di dalamnya yang rela menjalani operasi kelamin demi perubahan identitas.  Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah pemandangan yang saya lihat dalam perjalanan pulang dari Singaraja ke Denpasar. Karena hujan sudah reda, saya memutuskan untuk melepas mantel saya dan meneduh sebentar di sebuah warung kopi di daerah Baturiti. Jujur saja, perhatian saya kala itu terbagi dua. Sejujurnya saya ingin menikmati pemandangan indah bukit Pacung yang sedang diselimuti kabut sore selepas hujan mumpung saya tanpa teman. Tetapi yang terjadi adalah saya diam-diam memandangi sepasang tamu asing, para pria tampan dengan perut rata seperti papan cucian yang saling bercanda mesra layaknya sepasang kekasih (pria wanita) yang sedang jatuh cinta. Ketika mereka bergegas meninggalkan warung kopi itu, barulah rasa ingin tahu

Fiksi

Hello World, untuk kali ini saya mencoba mengomentari pendapat seorang "ahli" yang mengatakan bahwa kitab suci adalah sebuah karya fiksi. Ucapannya sempat membuat gempar karena dilontarkan di salah satu diskusi tersohor yang ditayangkan oleh TV swasta. Sebagian orang termenung karena pikirannya sibuk mencari tahu maksud pernyataan itu, sementara sebagian lagi menyerang karena berpikir bahwa ini adalah bahan yang enak untuk santapan politik.  Tidak sedikit yang seolah sok memahami ucapan ini agar tidak terlihat bodoh.  Saya tertegun, jujur bukan karena ucapannya. Ucapan ini biasa saja dan tidak menggugah. Yang menjadi perhatian saya adalah betapa sesuatu yang seharusnya tidak menjadi bahan perdebatan malah menjadi sumber pertikaian. Kalau seperti ini adanya sungguh mudah sekali menghancurkan negeri ini ,karena di dalamnya ternyata masih dihuni oleh sapiens-sapiens yang keinginanya hanya menguasai bumi pertiwi. Kita hanya menginginkan semua orang sepaham dengan kita, yang ti

Tumbuh

Cara perasaaan (cinta) bertumbuh bagi saya hampir mirip seperti tanaman. Cara pertama adalah bertumbuh secara alami, seperti bunga dandelion (randa tapak), biji kapuk dan lainnya yang hanya perlu diterbangkan angin, lalu kemudian bertebaran keseluruh dunia menjadi duta keindahan yang mengisi seantero bumi. Mereka hidup dengan mudah, bergerombol di padang-padang tak terawat dan menyukai kebebasan. Keindahan yang tak kalah menawan ini,  namun karena mampu hidup seperti tanpa usaha seringkali seolah-olah memiliki nilai material yang tidak besar sehingga sering menjadi terabaikan.  Cara kedua adalah dengan bantuan manusia, bunga-bunga ini harus dirawat sedemikian rupa sehingga mau tumbuh dan berbunga. Entah karena mengubah dan memaksanya tumbuh di lingkungan yang tidak seharusnya tetapi tetap diperlukan usaha untuk membuat mereka bertahan demi keindahan yang ingin kita dapatkan. Mereka bernilai tinggi secara materi namun akan menjadi sesuatu yang malas yang untuk seterusnya diperlukan i

Gini

Hello world, saya sebenarnya sedikit enggan menulis artikel ini. Bukan saja karena saya terkait secara personal maupun profesional  akan tetapi karena kita kiranya harus mengakui bahwa pemahaman saat ini tentang  perilaku ketimpangan ekonomi masih dapat dikatakan jauh dari memadai. Secara singkat saya bisa sampaikan bahwa data mengenai ketimpangan ekonomi di Indonesia saat ini dihitung dan dirilis oleh Badan Pusat Statistik setiap dua kali dalam setahun sejak tahun 2011. Dari sekian indeks ketimpangan yang ada (anda bisa search di wikipedia tentang general equality index ), Rasio Gini dipilih untuk melihat gambaran umum mengenai bagaimana  hasil ekonomi didistribusikan ke seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, data ketimpangan berhasil dirilis hingga level kabupaten atau kota (data untuk level ini hanya tersedia sekali selama setahun). Secara deskriptif dapat dilihat bahwa level  ketimpangan ekonomi terus mengalami kenaikan antara tahun 2000 sampai tahun

Pilihan

Hello world, hampir semua orang dewasa pernah berkata bahwa hidup adalah pilihan. Iya, ini pilihan kita dalam proses kehidupan tapi ini bukan tentang hasil yang akan kita raih. Pilihan ini tentang keberanian dan kesiapan tetapi bukan mengenai salah dan benar. Seperti kata Calne, akal adalah tentang "bagaimana" sementara naluri adalah tentang "mengapa"  Kita dihadapkan pada banyak alternatif yang apabila kita kombinasikan mungkin akan menghasilkan miliaran alur masa depan tentang apa yang akan kita hadapi dan bagaimana nanti kita menghadapinya. Seperti berlari, kita bisa memilih berlari di mesin treadmill atau  di komplek perumahan, memilih ikut perlombaan 10K (hanya demi kaos dan selfie) atau bahkan mungkin ikut  triathlon dan marathon.  Itu semua kembali kepada kita. Hidup tidak pernah flat tapi bersosilasi secara tidak beraturan. Tapi percayalah sesungguhnya kita tidak memilih, kita hanya merasa memilih. Mengapa demikian? Karena kehidupan ini bukan tentang ke