Posts

Peran dan Tanggung Jawab

Beberapa teman sangat bangga ketika mendapat banyak peran. Beberapa kolega merasa memiliki derajat arogansi yang lebih tinggi ketika duduk di banyak kursi, dimintai lebih banyak pendapat, diundang di lebih banyak pertemuan dan yang terpenting ketika mendapat lebih banyak pemasukan, hasil dari kesibukan. Indikasinya simpel, mereka semakin tidak mau kalah apalagi disalahkan. Mereka makin sering menginginkan kemenangan dari pembicaraan tidak penting, mulai mengatur-atur yang tidak perlu teratur dan terlihat lebih enak kala tidak teratur. Kehidupan antar individu itu kompleks jadi biarkan saja tidak teratur. Berbeda dari kerumitan komponen yang memang lebih indah saat ditata.  Ironisnya adalah mereka seolah berpaling ketika berbicara tanggung jawab. Mereka menerima semua perannya, menikmati kompensasinya (yang sebagian besarnya adalah materi) tapi memantul-mantulkan tanggung jawabnya. Peranlah yang membedakan manusia dan lainnya tapi level  tanggung jawablah yang membedakan manusia sa

Stiletto

Saya menulis ini karena momen lucu yang saya dapati saat pertemuan keluarga. Kerabat saya yang bisa dikatakan paling borjuis mengeluh mengalami sakit pinggang dan bagian kakinya setelah sibuk kondangan dalam beberapa minggu terakhir. Awalnya saya berpikir mungkin saja karena dia lelah duduk, berjalan terlalu jauh atau karena menyetir sendirian beratus-ratus kilometer dalam mobil manual. Tapi semua dugaan saya itu dipatahkan oleh pernyataan Dia sendiri. Sebagian besar acara adalah garden party , Dia tidak menyetir mobil manual dan yang terpenting Dia punya sopir pribadi. Jadilah saya berpikir bahwa penyebab semua masalah ini adalah sesuatu yang secara intens menghinggapinya, sebuah benda yang memang sejak awal keliru soal penggunaannya. Pertanyaan kemudian saya lanjutkan mengenai pakaian yang Ia kenakan. Dan lagi-lagi saya dibuat salah. Dia tidak memakai kebaya dengan korset yang menyiksa tetapi lebih banyak dengan dandanan kasual. Pasti ada yang terlewat pikir saya, dan benar

Penari

Post ini bertujuan untuk memberikan tanggapan pribadi mengenai kicauan, vlog, dan tulisan yang banyak beredar tentang pengalaman beberapa mahasiswa yang mengadakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di suatu wilayah di Pulau Jawa. Sangat menyeramkan memang, tapi tanpa bermaksud menyinggung siapapun saya ingin sampaikan bahwa sesuatu yang seram bisa membantu menyembunyikan hal-hal yang dengan mudah bisa didatangi tempat-tempat yang familiar. Saya tidak menampik pesan moralnya bahwa kita harus bersikap hormat dimanapun kita berada tapi cerita ini juga sudah menyingkap tabirnya sendiri bahwa sesuatu yang seram sebenarnya hanya untuk menjauhkan orang-orang dari esensi logis sesungguhnya. Para vlogger terkenal itu bukannya membantu menelusuri dengan akal sehat malahan demi viewer berpura-pura excited dan ikut-ikutan memberi bumbu penambah seram. Baiklah kita mulai saja. Cerita ini intinya sebenarnya sangat simpel : Cinta Segitiga dari tiga anak manusia; Bima, Ayu dan Widya. Ayu menyukai Bima dan

Boring

Blogging terkadang membosankan. Setidaknya hidupku berlalu seperti lautan. Seperti tanpa gelombang, meskipun di dalamnya milyaran joule energi saling berdesakan dan menghantamkan diri. Belakangan aku memenuhi kamar sempitku dengan buku-buku. Menyedihkan memang, hanya buku-buku itu saksi bisu kebanggaanku dalam pilu. Aku juga tidak punya banyak konten kusajkan, jadi ya aku tidak berharap orang membaca ini. Aku juga tidak pandai merangkai kata, tapi bukankah setiap curhatan kadang tersaji tanpa alur. Yang pertama ada adalah yang tidak teratur, chaos -dan kemudian si jenius mengaturnya, karena pada dasarnya saat anda melihat keteraturan dalam perkataan atau pemikiran sudah barang pasti tidak ada orisinalitas di sana, meskipun kita menyadari ada kejeniusan yang menatanya. Beberapa minggu lalu aku membeli mainan baru, bersamaan dengan itu, aku mulai ikut-ikutan menata prouktivitas dan ritme harianku. Lucu juga, bohemian seperti aku malahan ikut uduh dan coba lalu uninstal. Mungkin mema

Zonasi

Hello world, baru tahu ada sistem zonasi dalam memilih sekolah. Salah satu alasan diterapkannya sistem ini sangat bagus, dengan bersekolah di zona yang dekat tempat tinggal siswa otomatis akan mengurangi jarak tempuh siswa dengan begitu kemacetan akan bisa dikurangi. Kedengarannya bagus tapi jujur saya belum terlalu percaya efek positif dari niat baik kebijakan ini.  Aturan sistem ini kemudian di break-down dalam beberapa ketentuan (dan tentunya pengecualian) yang sebenarnya  cukup njelimet.   Apa sih hal keren yang tidak njlimet di negara ini. Hal-hal yang terlihat indah di luarnya sebenarnya penuh dengan kompleksitas akan tetapi aturan seyogyanya tidak boleh menjadi sesuatu yang kompleks. Batas atas sebuah aturan adalah rumit bukan kompleks. Oke kembali ke masalah zonasi dan kembali saya menengaskan bahwa saya bukan orang yang anti aturan, saya hanya membicarakan dampak-dampak negatif yang kemungkinan terjadi. Lagian, apalah saya ini, hanya penggerutu yang mengomel untuk menent

Kintamani

Hello world Selepas pulang kerja di sore hari yang dingin, saya berkendara menyusuri jalan-jalan sepi dan berkabut di Kintamani. Jaket semi kulit yang saya kenakan ternyata tidak cukup kuat menahan hawa dingin yang dibawa serta angin malam gunung Batur. Karena hujan, saya kemudian memutuskan berhenti sejenak di sebuah kedai kopi sambil merenungkan kembali hasil napak tilas saya sehari penuh di wilayah tua nan penuh misteri ini.  Tujuan awal saya adalah pengamatan tentang struktur masyarakat di beberapa desa kuno di sekitar Terunyan tetapi pikiran saya berbalik arah dan justru menuntun saya menulis tentang pertanian. Kintamani atau katakanlah Bangli adalah wilayah yang sebagian besar bergantung pada pertanian dan juga sebagiannya lagi dari pariwisata. Persepsi mengenai petani Kintamani adalah petani kaya yang mempunyai lahan kopi, jeruk berhektar-hektar. Belum lagi pikiran orang luar tentang petani bawang di daerah Songan yang ibaratnya kesulitan menghabiskan uang hasil panen. Aka

LGBT

Hello world, di tulisan ini saya ingin bercerita tentang LGBT, sebuah kelompok atau katakanlah komunitas yang tidak menentang hubungan sesama jenis (bahkan hingga pernikahan) serta termasuk di dalamnya yang rela menjalani operasi kelamin demi perubahan identitas.  Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah pemandangan yang saya lihat dalam perjalanan pulang dari Singaraja ke Denpasar. Karena hujan sudah reda, saya memutuskan untuk melepas mantel saya dan meneduh sebentar di sebuah warung kopi di daerah Baturiti. Jujur saja, perhatian saya kala itu terbagi dua. Sejujurnya saya ingin menikmati pemandangan indah bukit Pacung yang sedang diselimuti kabut sore selepas hujan mumpung saya tanpa teman. Tetapi yang terjadi adalah saya diam-diam memandangi sepasang tamu asing, para pria tampan dengan perut rata seperti papan cucian yang saling bercanda mesra layaknya sepasang kekasih (pria wanita) yang sedang jatuh cinta. Ketika mereka bergegas meninggalkan warung kopi itu, barulah rasa ingin tahu