Karma

Hello world, di postingan ini saya akan menulis sesuatu yang lebih panjang dibandingkan dengan  sebelumnya. Postingan ini tentang sesuatu yang lebih absurd, dan seperti yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini adalah bahwa setiap tulisan saya tidak pernah mencoba memberikan solusi. Tulisan saya hanya pemahaman saya mengenai apa yang ditangkap oleh panca indera saya, diartikan oleh intelejensi saya dan kemudian kalau masih tersisa sedikit ruang, akan disimpan oleh memori saya. Silahkan diperdebatkan dengan diri masing-masing hehehe.
Oke mari kita lanjutkan ke-absurdan ini. Pertama, tulisan kali ini adalah bahasan saya tentang Karma Phala atau secara harfiah diartikan sebagai "hasil perbuatan". Istilah ini jelas dalam Agama Hindu dan merupakan salah satu dari lima esensi kepercayaan umat Hindu terhadap agamanya. Saya tidak akan menyinggung konsep Karma Phala di luar konteks Hindu, karena pemahaman saya dari sisi Hindu saja sudah terbatas apalagi dilihat dari keyakinan lainnya tentu nantinya  akan semakin nglantur😊😊😊. Pendek kata tulisan ini bukan perbandingan antar ajaran kepercayaan, saya tidak bermaksud menonjolkan ajaran di suatu kepercayaan.
Konsep Karma Phala mungkin merupakan sisi filosofis dari gagasan mengenai salah satu hukum dasar fisika yaitu aksi dan reaksi. Setiap aksi akan mendatangkan reaksi dan besar kecinya reaksi yang diberikan akan sama dengan aksi yang diterima. Konsep aksi reaksi setahu saya dikembangkan oleh Newton (mohon maaf apabila ada yang lebih tahu mengenai sejarah konsep ini). Konsep-konsep fisika yang dikembangkan oleh Newton lebih mirip seperti nasi (sederhana dan mengenyangkan) dan bukan seperti kerupuk (sederhana tapi hanya angin belaka). Anda yang ingin belajar fisika lanjut harus menguasai konsep-konsep ini.
Dalam konsep Karma Phala setiap laku aksi yang diberikan akan menuai reaksi yang bisa diterima secara instan,  dalam jangka panjang atau bahkan di kehidupan selanjutnya. Hal ini karena secara konseptual Hindu mempercayai gagasan mengenai reinkarnasi atau kelahiran kembali. Sebagai contoh, dampak perbuatan yang akan dirasakan seketika misalnya makan cabai (pedas), mencuci tangan (basah) serta melihat lawan jenis yang seksi (birahi, akan tetapi ini jarang dirasakan oleh orang yang sudah "berjuang hidup"). Di sisi lain ada juga dampak yang dirasakan dalam jangka panjang yaitu seperti halnya membuat tabungan pensiun dan menerapkan gaya hidup sehat. Di luar kedua contoh ini ada perbuatan yang hasilnya tidak habis dinikmati di kehidupan ini dan masih akan terus mengikuti hingga kehidupan selanjutnya atau setelah reinkasnasi. Bagi anda yang tidak mempercayai reinkarnasi abaikanlah yang satu ini tapi bagi saya, bagian ini merupakan konsep yang membuat Hindu merupakan salah satu "agama perbuatan" yang cukup berbeda dibandingkan lainnya. Bagian ini memotivasi kita selalu berbuat kebaikan hingga nanti saat kita terlahir kembali kita tidak akan menikmati hasil perbuatan yang tidak baik.
Kembali ke tema tulisan ini, apa sebenarnya implikasi Kharma Phala  dengan gambaran tentang dunia saat ini (yang terlihat "semakin memburuk")? 
Oke mari ijinkan saya berpendapat, bagi sebagian dari kita tentu akan setuju mengatakan dunia yang "tidak lebih baik" dibandingkan dengan sebelumnya. Lebih mudah mungkin iya tapi mudah tidak selalu lebih baik. Tidak hanya terkait dengan degradasi lingkungan akan tetapi juga mengenai inteaksi antar manusia bahkan manusia dengan Tuhan-nya. Oleh karenanya, untuk menjawab permasalahan ini saya kemudian coba kaitkan dengan muliplier effect dari aksi dan reaksi atau karma phala.
 Dahulu kala ketika konsep filosofis disusun, jumlah manusia tidaklah sebanyak saat ini. Karakter manusia dan kecerdikannya pun (bisa dikatakan kelicikannya) tidaklah seperti saat ini. Ketika orang melakukan suatu perbuatan ke orang lain, dampak perbuatannnya akan lebih cepat dinikmati. Dan oleh karena itu, reaksi dari penerima aksi akan lebih cepat terstimulasi sehingga kesetimbangan aksi-reaksi lebih cepat terjadi. Saya rasa itulah sebabnya dalam cerita masa lalu yang cenderung menjadi antagonis maupun protagonis cenderung adalah penguasa. Karena merekalah, berkat kekuasaan yang dimiliki cenderung menerima reaksi tidak sepadan terhadap aksi yang diterimanya. Sebagai contoh, kita  bayangkan menjadi pencuri pada periode 1000 tahun yang lalu. Anda akan lebih mudah tertangkap dan kemudian diasingkan atau dikucilkan. Anda tidak hanya menerima hukuman tapi juga sanksi sosial. Dalam konteks ini betapa karma cepat sekali menemui pahalanya. Kondisi ini membuat orang berpikir untuk berbuat "jahat" sehingga masih bertahan dengan jalan kebaikannya.
Kondisi ini berbeda dengan saat ini atau bahkan 1000 tahun nanti. Manusia dengan kepintarannya dan jumlahnya yang semakin meledak akan membuat multiplier effect karma semakin sulit menemui reaksinya. Iya semakin sulit karena dalam ruang interaksi dunia ini, kita berbagi ruang personal aksi dan reaksi yang semakin sempit dan bisa dikatakan semakin fleksibel dan semakin banyak. Kita juga memiliki kemampuan berpindah ruang untuk menghindari interaksi langsung dalam ruang personal yang secara umum dekat dengan kita. Dampak dari hal ini adalah reaksi dari aksi karma yang cenderung lebih lambat untuk diterima atau dirasakan.
Akibatnya secara umum adalah  "Orang akan lebih lambat menuai hasil perbuatannya. Orang jahat akan lebih lama atau lebih lambat menerima hasil kejahatannya, orang baik di sisi lain akan lebih lama merasakan hasil kebaikannya." Akibatnya adalah orang jahat akan semakin asik dengan keisengannya (dan kejahatannya) dan orang baik bahkan cenderung lebih sulit menemui pahala kebajikannya. Oleh karenanya, karma baik tidak lagi menjadi landasan hidup sementara perbuatan jahat cenderung cenderung mendapatkan pembelaan sebagai alasan bertahan hidup. Dalam tahapan kehidupannya, orang cenderung tidak lagi berjalan menyusuri proses kehidupannya tapi meloncat-loncat karena tidak memiliki arah yang jelas. Akibatnya adalah orang jahat bertambah banyak dan semakin sedikit orang yang bertahan dengan kebaikannya.
Berangkat dari hal ini, pintu kesadaran kita seyogyanya harus dapat dibuka kembali dengan membuat pandangan lebih luas mengenai keberadaan kita di alam ini. Kita terlahir untuk melanjutkan keberadaan manusia sebelumnya dan seperti kata orang bijak kita sebaiknya menjadi "leluhur yang baik" untuk generasi selanjutnya. Karma Phala dalam tataran motivasi mungkin dapat dikaitkan dengan proses konstruktif tidak kenal henti untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dan dalam setiap tahapannya kita harus mereview kembali proses kita. Dengan kata lain berfokuslah pada proses dan bukan pada hasil.

Comments

Popular posts from this blog

Pilihan

Berbeda

Andai Saja