Logika dan Rasa

Hello world, kembali dengan tulisan tidak jelas saya ini. Saya berharap tulisan-tulisan saya ada pembacanya. Saya selalu berusaha menulis seorisinalitas mungkin, meskipun tidak dapat saya pungkiri ada kemungkinan terdapat tulisan sejenis hasil pikiran manusia lain di belahan ruang dan waktu lainnya.
Tulisan saya kali ini membahas tentang apa yang sering kita ucapkan sebagai akal (reason, logic, intelejensi) dan budi (mind, feeling, hati). Jujur saya akui bahwa  saya berpikir keras untuk mendedahnya. Tentu saja kesulitan ini datang karena saya tidak menguasai kompetensi yang cukup mengenai bahan yang saya anggap "layak bincang" ini.
Secara pribadi saya menganggap akal dan budi adalah sesuatu yang berlainan meskipun saya tidak tahu determinan apa yang membedakannya karna sekali lagi ini adalah sesuatu yang absurd. Setiap kali berkata tentang logika kita akan membayangkan sebuah kepala (kepala kita, kepala Einstein dengan rambut berantakannya namun kita tidak akan membayangkan wujud kepala sekolah atau bahkan kepala lingkungan 😍😍 ) sementara ketika berbicara tentang hati kita akan membayangkan dada kita (seonggok jantung di dalamnya dan bukan organ kembar lain di luarnya). Ini adalah imaji kita tentang akal dan hati atau budi yang paling sederhana. Terkait dengan cara kita  menggambarkan kedua hal ini saya percaya pemahaman kita tentang akal dan hati ini tidaklah cukup dalam.
Akal kita asumsikan berada dalam otak akan tetapi tidak seperti halnya software  dan hardware, memindahkan pikiran tidak bisa dilakukan dengan memindahkan organ otak ke tubuh lainnya (perbedaan lainnya adalah mengkopi isi "otak kotor" jauh lebih mudah dari menyalin "otak alim"). Andaikan tempat akal tadi benar maka tempat hati atau budi juga ada disana (setidaknya demikian jadi mulailah menggeser imaji tentang perasaan berpindah dari dada ke kepala anda).
Kedua hal ini adalah moving force tindakan manusia (termasuk tindakan untuk diam). Si bersaudara ini juga punya resultan ketika dijumlahkan dan kekuatannya selalu positif. Bagi saya akal merupakan analis tentang dampak langsung sementara budi mengukur tentang indirect effect atau dampak tidak langsung terutama yang berkaitan dengan interaksi personal. Oleh karena faktor budi inilah perilaku manusia seringkali dikatakan tidak masuk "akal". Dalam konteks ini manusia hanya melakukan prediksi cepat terhadap sekumpulan besar kondisi yang mungkin terjadi karena tindakannya. (Saya akan coba bahas lagi di tulisan lainnya) karena prosesnya berlangsung terus menerus dan pilihannya datang seperti halnya potongan gambar dalam film yang muncul silih berganti.
Permasalahannya adalah bagaimana posisi resultan kedua hal ini menentukan sebuah keberhasilan. Berikut penjelasan saya :
  1. Bayangkan ada gaya akal kita sebut Fa dan gaya dari budi Fb;
  2. Bayangkan kedua gaya ini memiliki arah yang tidak selalu sama;
  3. Arah pertama adalah Fa berlawanan dengan Fb maka akan saling meniadakan, ingat ini bukan skenario terburuk karena disini kita bisa mengendurkan Fb untuk mencapai tujuan Fa dan sebaliknya. Sebaiknya kurangi salah satu dari pada anda menambah yang lainnya karena anda akan kehilangan lebih banyak energi. Karna ini tentang keseimbangan dua hal, maka kita perlu penyeimbang ketiga yaitu kesadaran atau kebijaksanaan untuk menentukan pilihan anda tentang gaya mana yang akan dihilangkan secara bertahap.
  4. Arah ketiga adalah Fa searah dengan Fb, di proses ini anda adalah orang yang beruntung. Lanjutkan berproses dengan cara ini!!! (saya tambahkan 👍👍👍👍👍)
  5. Masalahnya muncul disini!!!!!! anda tidak merasa Fa dan Fb anda bertentangan karena tidak sepenuhnya bertolak belakang namun tetap memiliki direksi yang berbeda (dalam konteks ini tegak lurus). Masalah yang muncul adalah meskipun baik Fa maupun Fb yang anda tambah tujuan yang dikehendaki bukanlah tujuan yang dikehendaki oleh Fa atau Fb itu sendiri. 
  6. Untuk situasi ini saya menggunakan kata "kehilangan arah". Akal dan budi berada di persimpangan yang berjauhan. Anda tidak bisa mendamaikannya karena berada pada posisi yang berbeda. Untuk itu kita harus mereset keduanya kembali dan jangan diteruskan dahulu. Ingat ini terjadi karena ketika kita mulai berusaha kita  mengabaikan salah satunya. Untuk menjalani pilihan kita harus pastikan kita mendapatkan restu keduanya atau setidaknya mengetahui sejauh mana kesepahaman akal dan budi kita (sejalan atau bersebrangan). Jangan diabaikan hanya karena cuma  suara hati dan jangan terlalu percaya karena berdasar logika. Tentu kita tahu di dalam makanan lezat ada begitu banyak rasa sakit yang dikorbankan. Akhir kata, terkadang tidak semua tujuan kita capai berkat perasaan dan pikiran yang berjalan bersama. Kadang tujuan kita hanya  tujuan dari hati atau pikiran kita. Dan kita dengan segenap kesadaran yang kita miliki, diijinkan untuk membantai salah satunya demi tujuan dari "kesadaran". Sekian dan terima kasih.     



Comments

Popular posts from this blog

Berbeda

Pilihan

Andai Saja